Menurut Safri Nurmantu, kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai “suatu
keadan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan
hak perpajakannya.” Terdapat dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu, yakni:
kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan
dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal
31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib
pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi
ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undangundang
perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib
pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan
jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan
menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.
Menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari
kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali
Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak
terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Erard dan Feinstin (1994) seperti
dikutip Chaizi Nasucha, menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan wajib pajak, yaitu
rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban
pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. 45
Isu kepatuhan dan hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk
meningkatkan kepatuhan menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di
negara-negara berkembang. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara
bersamaan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan illegal
yang disebut tax evasion, maupun penghindaran pajak tidak dengan fraud dan dilakukan
secara legal yang disebut tax avoidance. Pada akhirnya tax evasion dan tax avoidance
mempunyai akibat yang sama, yaitu berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara.46
Chaizi Nasucha dengan mengutip Richard M. Bird dan Milka Casanegra de
Jantscher dalam buku Improving Tax Administration In Developing Countries (IMF,
1992), menyatakan bahwa berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih
antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan
dari masing-masing sektor perpajakan merupakan pengukuran yang lebih akurat atas
efektivitas administrasi perpajakan. Penyebab tax gap terutama lemahnya administrasi
perpajakan. Keberhasilan pengumpulan pajak hanyalah merupakan akibat semakin
sempitnya jurang kepatuhan. Semakin patuh rakyat membayar pajak berarti jurang
kepatuhan semakin sempit dan berarti pemungutan pajak lebih berhasil. Sebaliknya,
semakin lebar jurang kepatuhan maka semakin sedikit pajak yang berhasil dikumpulkan.
Upaya mengurangi kesenjangan kepatuhan dilakukan melalui penyempurnaan sistem
administrasi perpajakan. Rendahnya tax ratio menunjukkan terdapatnya kesenjangan
yang tajam di mana hal ini terkait erat dengan administrasi pajak. Masalah lemahnya
administrasi perpajakan dialami oleh banyak negara sedang berkembang. 47
Menurut Djoko Slamet Surjoputro dan Junaedi Eko Widodo, pada hakekatnya
kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang
meliputi tax service dan tax enforcement. Langkah-langkah perbaikan administrasi
diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak melalui dua cara yaitu pertama,
wajib pajak patuh karena mendapatkan pelayanan yang baik, cepat, dan menyenangkan
serta pajak yang mereka bayar akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Kedua, wajib
pajak akan patuh karena mereka berpikir bahwa mereka akan mendapat sanksi berat
akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi sistem informasi dan administrasi
perpajakan serta kemampuan crosschecking informasi dengan instansi lain.48
Menurut Gunadi administrasi perpajakan harus dapat meningkatkan kepatuhan
pembayar pajak.49 Hadi Purnomo menyatakan tiga strategi dalam meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat
program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan
sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum patuh, kedua adalah meningkatkan
pelayanan terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya
dapat dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan dengan program
dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan (combatting noncompliance).50
Menurut Guillermo Perry dan John Whalley, ketika sistem perpajakan suatu negara
telah maju, pendekatan reformasi diletakkan pada peningkatan dalam kepatuhan dan
administrasi perpajakan. Peningkatan kepatuhan sangat penting dalam reformasi
perpajakan, dan mungkin lebih penting daripada perubahan struktural dalam sistem
perpajakan.
Minggu, 27 Desember 2009
Pajak
1. Definisi Pajak
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, (1994) guru besar dalam
Hukum Pajak pada Universitas Pajajaran, Bandung, seperti dikutip oleh Safri Nurmantu,
yaitu: ”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor
partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
Unsur-unsur pokok dari definisi di atas, yaitu: (1) iuran atau pungutan, (2) dipungut
berdasarkan Undang-undang, (3) pajak dapat dipaksakan, (4) tidak menerima atau
memperoleh kontraprestasi, dan (5) untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah. 2
2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak seperti dikemukakan Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, yaitu:
1) Fungsi budgetair; disebut juga fungsi fiskal, yaitu fungsi untuk mengumpulkan
uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai undang-undang berlaku yang pada
waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
2) Fungsi regulerend; merupakan fungsi dimana pajak-pajak akan digunakan sebagai
suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang
keuangan. Pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan.
3) Fungsi demokrasi; yaitu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud
sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi
kemaslahatan manusia. Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk
mendapatkan pelayanan dari pemerintah apabila ia telah melakukan kewajibannya
membayar pajak, bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik,
pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint);
4) Fungsi distribusi; yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan
dan keadilan dalam masyarakat.3
3. Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yakni Tax Policy, Tax Law
dan Tax Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metoda atau cara
bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas
negara.4 Sistem pemungutan pajak menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton yakni:
1) Official Assesment System yakni sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
2) Semi Self Assessment System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan besarnya utang pajak.
3) Self Assessment System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak.
4) Witholding System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang.5
4. Reformasi Perpajakan
Menurut Gunadi, “pajak ini mengikuti fenomena kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Di setiap perubahan kehidupan sosial perekonomian masyarakat maka sudah
sepantasnyalah bahwa pajak harus mengadakan reformasi.”6 Reformasi perpajakan
adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Hal tersebut seperti yang
dikemukakan Guillermo Perry dan John Whalley bahwa ”the word reform conveys major
change.” Berdasarkan pengalaman yang terjadi di negara maju maupun negara
berkembang, terdapat begitu banyak pengertiaan mengenai reformasi perpajakan,
dikarenakan terdapat perbedaan pengertian dan pola reformasi perpajakan yang dianut
oleh negara berkembang dan yang dianut oleh negara maju. Hal ini dikarenakan terdapat
perbedaan struktur pajak yang umumnya seragam di negara maju tetapi ada bermacammacam
struktur pajak di negara berkembang. 7
Malcolm Gillis menggunakan taksonomi untuk mengklasifikasikan reformasi
perpajakan berdasarkan program-program reformasi perpajakan dengan 6 (enam) atribut
yang menjadi ciri-ciri dasarnya sehingga dapat diperoleh ratusan konfigurasi yang
berbeda dari reformasi perpajakan. Keenam atribut tersebut yakni:
1) Breadth of reform; reformasi perpajakan dapat berfokus pada reform of tax
structure, atau berfokus pada tax administration, atau reform of tax systems
(berfokus pada structural dan administrative reform).
2) Scope of reform; reformasi perpajakan dapat dilakukan secara comprehensive jika
meliputi hampir semua sumber penerimaan yang penting, atau dilakukan secara
partial jika hanya meliputi satu atau dua komponen penting dari sistem perpajakan.
3) Revenue goals; reformasi perpajakan dilakukan untuk meningkatkan penerimaan
dalam prosentase terhadap PDB (rasio pajak) yang disebut revenue enhancing,
untuk mengganti penerimaan dengan revenue neutral reform, atau bahkan untuk
mengurangi penerimaan (revenue-decreasing reform).
4) Equity goals; reformasi perpajakan untuk menegakkan keadilan disebut
redistributive jika menegakkan keadilan secara vertikal, yaitu orang berpenghasilan
tidak sama, pajaknya diperlakukan tidak sama juga, namun jika reformasi
perpajakan tidak dimaksudjkan untuk merubah distribusi pendapatan yang sudah
ada maka disebut distributionally neutral reform.
5) Resource allocations goals; reformasi perpajakan yang berusaha mengurangi
pengenaan pajak pada sumber daya agar dapat dialokasikan lebih efisien disebut
euconomically neutral, jika sistem perpajakan untuk mempengaruhi aliran sumber
daya sektor ekonomi atau aktivitas tertentu maka disebut interventionist reforms.
6) Timing of reform; dilakukan dengan mengubah seluruh kebijakan perpajakan secara
bersamaan disebut contemporaneous reforms, dengan implementasi bertahap
disebut phased reforms, atau perubahan kebijakan perpajakan yang tidak berkaitan
dilakukan dalam beberapa tahun lebih disebut successive reforms. 8
Menurut Summer, Linn dan Archarya, alasan dilakukannya reformasi perpajakan
adalah: pertama, sebagai bagian penyesuaian struktur, reformasi perpajakan digunakan
untuk mengurangi distorsi dari rangsangan ekonomi dan terjadinya ketidakefisienan dan
ketidakadilan dalam alokasi sumber daya; kedua, sebagai bagian dari usaha menstabilkan
ekonomi, reformasi perpajakan, bersamaan pemotongan belanja negara, untuk
menghasilkan pendapatan secara rasional tanpa distorsi, adil, dan berkelanjutan.9
Menurut Chaizi Nasucha, reformasi perpajakan merupakan resep untuk penyehatan
ekonomi melalui pendekatan fiskal. Mengutip Williamson dalam Mas’oed (1994),
reformasi perpajakan meliputi perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi
perpajakan, mengurangi terjadinya penghindaran dan manipulasi pajak, serta mengatur
pengenaan aset yang berada di luar negeri. Perubahan struktur pajak (tax base dan tax
rate) terkait dengan perubahan dalam administrasi perpajakannya.10
Malcolm Gillis juga berpesan bahwa reformasi perpajakan di negara berkembang
dapat berhasil apabila program reformasi menghasilkan perubahan yang mendasar dalam
sistem perpajakan yang memiliki dua elemen dasar yang saling mempengaruhi, yang
pertama yaitu struktur pajak, yang kedua yaitu mekanisme dan institusi yang mengatur
administrasi perpajakan dan kepatuhan perpajakan. Struktur pajak terdiri dari konfigurasi
dari dasar pajak dan tarif pajak. Administrasi dan kepatuhan perpajakan terdiri dari
prosedur, peraturan yang mengatur penghitungan pajak, pemungutan, pemeriksaan,
sanksi, banding, dan data termasuk teknologi informasi, struktur penghargaan pelayanan
masyarakat, pengungkapan yang diperlukan dan prinsip akuntansi perusahaan. 11
Menurut Liberty Pandiangan, reformasi perpajakan, yang meliputi: (1) formulasi
kebijakan dalam bentuk peraturan, dan (2) pelaksanaan dari peraturan, umumnya
diarahkan untuk dapat mencapai beberapa sasaran. Pertama, menghasilkan penerimaan
dalam jumlah yang cukup, stabil, fleksibel dan berkelanjutan. Kedua, mengurangi beban
inefisiensi dan excess burden. Ketiga, memperingan beban kelompok kurang mampu
dengan mendesain struktur pajak yang lebih adil. Dan keempat, memperkuat administrasi
perpajakan dan meminimalisasi biaya administrasi dan kepatuhan.
Bird dan Jantscher (1991) seperti dikutip Chaizi Nasucha, mengemukakan bahwa
perubahan kebijakan perpajakan tanpa didukung perubahan administrasi perpajakan
menjadi tak berarti. Perubahan di bidang perpajakan harus sejalan dengan kapasitas
administrasinya, karena administrasi perpajakan merupakan kebijakan di bidang
perpajakan yang mempunyai hubungan tak terpisahkan.
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, (1994) guru besar dalam
Hukum Pajak pada Universitas Pajajaran, Bandung, seperti dikutip oleh Safri Nurmantu,
yaitu: ”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor
partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
Unsur-unsur pokok dari definisi di atas, yaitu: (1) iuran atau pungutan, (2) dipungut
berdasarkan Undang-undang, (3) pajak dapat dipaksakan, (4) tidak menerima atau
memperoleh kontraprestasi, dan (5) untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah. 2
2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak seperti dikemukakan Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, yaitu:
1) Fungsi budgetair; disebut juga fungsi fiskal, yaitu fungsi untuk mengumpulkan
uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai undang-undang berlaku yang pada
waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
2) Fungsi regulerend; merupakan fungsi dimana pajak-pajak akan digunakan sebagai
suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang
keuangan. Pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan.
3) Fungsi demokrasi; yaitu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud
sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi
kemaslahatan manusia. Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk
mendapatkan pelayanan dari pemerintah apabila ia telah melakukan kewajibannya
membayar pajak, bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik,
pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint);
4) Fungsi distribusi; yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan
dan keadilan dalam masyarakat.3
3. Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yakni Tax Policy, Tax Law
dan Tax Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metoda atau cara
bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas
negara.4 Sistem pemungutan pajak menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton yakni:
1) Official Assesment System yakni sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
2) Semi Self Assessment System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan besarnya utang pajak.
3) Self Assessment System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak.
4) Witholding System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang.5
4. Reformasi Perpajakan
Menurut Gunadi, “pajak ini mengikuti fenomena kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Di setiap perubahan kehidupan sosial perekonomian masyarakat maka sudah
sepantasnyalah bahwa pajak harus mengadakan reformasi.”6 Reformasi perpajakan
adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Hal tersebut seperti yang
dikemukakan Guillermo Perry dan John Whalley bahwa ”the word reform conveys major
change.” Berdasarkan pengalaman yang terjadi di negara maju maupun negara
berkembang, terdapat begitu banyak pengertiaan mengenai reformasi perpajakan,
dikarenakan terdapat perbedaan pengertian dan pola reformasi perpajakan yang dianut
oleh negara berkembang dan yang dianut oleh negara maju. Hal ini dikarenakan terdapat
perbedaan struktur pajak yang umumnya seragam di negara maju tetapi ada bermacammacam
struktur pajak di negara berkembang. 7
Malcolm Gillis menggunakan taksonomi untuk mengklasifikasikan reformasi
perpajakan berdasarkan program-program reformasi perpajakan dengan 6 (enam) atribut
yang menjadi ciri-ciri dasarnya sehingga dapat diperoleh ratusan konfigurasi yang
berbeda dari reformasi perpajakan. Keenam atribut tersebut yakni:
1) Breadth of reform; reformasi perpajakan dapat berfokus pada reform of tax
structure, atau berfokus pada tax administration, atau reform of tax systems
(berfokus pada structural dan administrative reform).
2) Scope of reform; reformasi perpajakan dapat dilakukan secara comprehensive jika
meliputi hampir semua sumber penerimaan yang penting, atau dilakukan secara
partial jika hanya meliputi satu atau dua komponen penting dari sistem perpajakan.
3) Revenue goals; reformasi perpajakan dilakukan untuk meningkatkan penerimaan
dalam prosentase terhadap PDB (rasio pajak) yang disebut revenue enhancing,
untuk mengganti penerimaan dengan revenue neutral reform, atau bahkan untuk
mengurangi penerimaan (revenue-decreasing reform).
4) Equity goals; reformasi perpajakan untuk menegakkan keadilan disebut
redistributive jika menegakkan keadilan secara vertikal, yaitu orang berpenghasilan
tidak sama, pajaknya diperlakukan tidak sama juga, namun jika reformasi
perpajakan tidak dimaksudjkan untuk merubah distribusi pendapatan yang sudah
ada maka disebut distributionally neutral reform.
5) Resource allocations goals; reformasi perpajakan yang berusaha mengurangi
pengenaan pajak pada sumber daya agar dapat dialokasikan lebih efisien disebut
euconomically neutral, jika sistem perpajakan untuk mempengaruhi aliran sumber
daya sektor ekonomi atau aktivitas tertentu maka disebut interventionist reforms.
6) Timing of reform; dilakukan dengan mengubah seluruh kebijakan perpajakan secara
bersamaan disebut contemporaneous reforms, dengan implementasi bertahap
disebut phased reforms, atau perubahan kebijakan perpajakan yang tidak berkaitan
dilakukan dalam beberapa tahun lebih disebut successive reforms. 8
Menurut Summer, Linn dan Archarya, alasan dilakukannya reformasi perpajakan
adalah: pertama, sebagai bagian penyesuaian struktur, reformasi perpajakan digunakan
untuk mengurangi distorsi dari rangsangan ekonomi dan terjadinya ketidakefisienan dan
ketidakadilan dalam alokasi sumber daya; kedua, sebagai bagian dari usaha menstabilkan
ekonomi, reformasi perpajakan, bersamaan pemotongan belanja negara, untuk
menghasilkan pendapatan secara rasional tanpa distorsi, adil, dan berkelanjutan.9
Menurut Chaizi Nasucha, reformasi perpajakan merupakan resep untuk penyehatan
ekonomi melalui pendekatan fiskal. Mengutip Williamson dalam Mas’oed (1994),
reformasi perpajakan meliputi perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi
perpajakan, mengurangi terjadinya penghindaran dan manipulasi pajak, serta mengatur
pengenaan aset yang berada di luar negeri. Perubahan struktur pajak (tax base dan tax
rate) terkait dengan perubahan dalam administrasi perpajakannya.10
Malcolm Gillis juga berpesan bahwa reformasi perpajakan di negara berkembang
dapat berhasil apabila program reformasi menghasilkan perubahan yang mendasar dalam
sistem perpajakan yang memiliki dua elemen dasar yang saling mempengaruhi, yang
pertama yaitu struktur pajak, yang kedua yaitu mekanisme dan institusi yang mengatur
administrasi perpajakan dan kepatuhan perpajakan. Struktur pajak terdiri dari konfigurasi
dari dasar pajak dan tarif pajak. Administrasi dan kepatuhan perpajakan terdiri dari
prosedur, peraturan yang mengatur penghitungan pajak, pemungutan, pemeriksaan,
sanksi, banding, dan data termasuk teknologi informasi, struktur penghargaan pelayanan
masyarakat, pengungkapan yang diperlukan dan prinsip akuntansi perusahaan. 11
Menurut Liberty Pandiangan, reformasi perpajakan, yang meliputi: (1) formulasi
kebijakan dalam bentuk peraturan, dan (2) pelaksanaan dari peraturan, umumnya
diarahkan untuk dapat mencapai beberapa sasaran. Pertama, menghasilkan penerimaan
dalam jumlah yang cukup, stabil, fleksibel dan berkelanjutan. Kedua, mengurangi beban
inefisiensi dan excess burden. Ketiga, memperingan beban kelompok kurang mampu
dengan mendesain struktur pajak yang lebih adil. Dan keempat, memperkuat administrasi
perpajakan dan meminimalisasi biaya administrasi dan kepatuhan.
Bird dan Jantscher (1991) seperti dikutip Chaizi Nasucha, mengemukakan bahwa
perubahan kebijakan perpajakan tanpa didukung perubahan administrasi perpajakan
menjadi tak berarti. Perubahan di bidang perpajakan harus sejalan dengan kapasitas
administrasinya, karena administrasi perpajakan merupakan kebijakan di bidang
perpajakan yang mempunyai hubungan tak terpisahkan.
Langganan:
Postingan (Atom)