Menurut Safri Nurmantu, kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai “suatu
keadan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan
hak perpajakannya.” Terdapat dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu, yakni:
kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan
dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal
31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib
pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi
ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undangundang
perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib
pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan
jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan
menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.
Menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari
kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali
Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak
terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Erard dan Feinstin (1994) seperti
dikutip Chaizi Nasucha, menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan wajib pajak, yaitu
rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban
pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. 45
Isu kepatuhan dan hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk
meningkatkan kepatuhan menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di
negara-negara berkembang. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara
bersamaan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan illegal
yang disebut tax evasion, maupun penghindaran pajak tidak dengan fraud dan dilakukan
secara legal yang disebut tax avoidance. Pada akhirnya tax evasion dan tax avoidance
mempunyai akibat yang sama, yaitu berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara.46
Chaizi Nasucha dengan mengutip Richard M. Bird dan Milka Casanegra de
Jantscher dalam buku Improving Tax Administration In Developing Countries (IMF,
1992), menyatakan bahwa berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih
antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan
dari masing-masing sektor perpajakan merupakan pengukuran yang lebih akurat atas
efektivitas administrasi perpajakan. Penyebab tax gap terutama lemahnya administrasi
perpajakan. Keberhasilan pengumpulan pajak hanyalah merupakan akibat semakin
sempitnya jurang kepatuhan. Semakin patuh rakyat membayar pajak berarti jurang
kepatuhan semakin sempit dan berarti pemungutan pajak lebih berhasil. Sebaliknya,
semakin lebar jurang kepatuhan maka semakin sedikit pajak yang berhasil dikumpulkan.
Upaya mengurangi kesenjangan kepatuhan dilakukan melalui penyempurnaan sistem
administrasi perpajakan. Rendahnya tax ratio menunjukkan terdapatnya kesenjangan
yang tajam di mana hal ini terkait erat dengan administrasi pajak. Masalah lemahnya
administrasi perpajakan dialami oleh banyak negara sedang berkembang. 47
Menurut Djoko Slamet Surjoputro dan Junaedi Eko Widodo, pada hakekatnya
kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang
meliputi tax service dan tax enforcement. Langkah-langkah perbaikan administrasi
diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak melalui dua cara yaitu pertama,
wajib pajak patuh karena mendapatkan pelayanan yang baik, cepat, dan menyenangkan
serta pajak yang mereka bayar akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Kedua, wajib
pajak akan patuh karena mereka berpikir bahwa mereka akan mendapat sanksi berat
akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi sistem informasi dan administrasi
perpajakan serta kemampuan crosschecking informasi dengan instansi lain.48
Menurut Gunadi administrasi perpajakan harus dapat meningkatkan kepatuhan
pembayar pajak.49 Hadi Purnomo menyatakan tiga strategi dalam meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat
program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan
sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum patuh, kedua adalah meningkatkan
pelayanan terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya
dapat dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan dengan program
dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan (combatting noncompliance).50
Menurut Guillermo Perry dan John Whalley, ketika sistem perpajakan suatu negara
telah maju, pendekatan reformasi diletakkan pada peningkatan dalam kepatuhan dan
administrasi perpajakan. Peningkatan kepatuhan sangat penting dalam reformasi
perpajakan, dan mungkin lebih penting daripada perubahan struktural dalam sistem
perpajakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar